Thursday, October 1, 2015

Published 9:55 AM by with 0 comment

Pembentukan Unit Kerja pada Tiap WPP di Indonesia

Nenek moyangku orang pelaut.....

Gemar mengarung luas samudera.....

Menerjang ombak tiada takut.....

Menempuh badai sudah biasa.....

Itulah sepenggal bait dari lagu masa kecil anak Indonesia “Nenek Moyangku Orang Pelaut”. Memaknai lagu tersebut sebenarnya kita tahu benar bahwa nenek moyang kita adalah pelaut ulung, tidak hanya berlayar pada jarak di sekitar pantai namun bahkan samudera.Maka kita harus sadari bahwa sektor laut dan perikanannya adalah identitas kita yang telah lama hilang.

Perikanan di Indonesia merupakan sektor yang di andalakan saat ini. Industrialisasi perikanan digadang sebagai penyuplai devisa negara. Perikanan Indonesia secara struktural ada di bawah pengelolaan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).Produksi perikanan secara umum dibagi atas perikanan tangkap dan perikanan budidaya.Kedua subsektor perikanan ini di pacu untuk meningkatkan produksi dan mengoptimalkan potensi perikanan Indonesia.

Masalah yang sering muncul adalah kelestarian sumberdaya pada perikanan tangkap.Tanpa edukasi kepada nelayan bahwa sebenarnya sumberdaya perikanan mempunyai nilai batas maksimal dalam eksploitasinya. Bahkan alat tangkap yang digunakan kadang juga merusak habitat ikan itu sendiri yang tentunya akan berdampak pada populasi ikan. Berdasarkan data KKP tahun 2013, yang disampaikan dalam siaran pers WWF Indonesia 12 Juni 2014, di Jakarta, menyatakan bahwa dari tahun ke tahun perikanan tangkap makin menurun.Wilaya Pengelolaan Perikanan (WPP) 571 yang mencakup Selat Malaka dan Laut Andaman menunjukkan penurunan produksi perikanan tangkap di laut yaitu, dari 509.171 ton (2012) menjadi 457.489 ton (2013). Smentara di WPP 572 samudera Hindia sebelah barat Sumatera dan Selat Sunda juga telah terjadi penurunan produksi perikanan tangkap di  laut, yaitu dari 576.632 ton (2012) menjadi 575.091 ton (2013). Data tersebut menunjukkan penurunan  potensi di berbagai wilayah perairan Indonesia

Penurunan stok ikan di alam juga di tunjukkan dengan makin jauhnya daerah penangkapan ikan yang harus dicapai nelayan.Nelayan harus mengeluarkan biaya lebih untuk menuju daerah penangkapan, sehingga keuntungan yang didapatkan makin kecil.Siaran pers WWF Indonesia 12 Juni 2014, di Jakartamenyatakan bahwa angka Catch Per Unit Effort (CPUE) terus mengalami pernurunan pada rentang 2004-2011. Analisa tersebut menggambarkan realitas di lapangan, dimana nelayan harus menempuh jarak yang lebih jauh dan mengeluarkan usaha yang lebih besar untuk mendapatkan hasil tangkapan.

Turunya produksi dan makin jauhnya daerah penangkapan ikan, menjadi indikasi bahwa kelestarian sumberdaya terancam.Namun saat ini belum ada solusi yang jelas yang disampaikan kepada publik terkait masalah yang di hadapi sektor perikanan Indonesia ini.Industrialisasi perikanan dan keinginan menjadi poros maritim dunia seharusnya diimbangi dengan ketatnya pengawasan terhadap sumberdaya ikan yang merupakan inti dari sektor perikanan tangkap ini.

Indonesia memang dianugerahi perairan yang sangat luas.Wilayah perairan Indonesia sudah dibagi menjadi beberapa WPP, yang dalam pengawasan dan pengelolaannya masih di pantau oleh pusat.Pengawasan terkait stok sumberdaya ikan selama ini dilakukan oleh Komnaskajiskan (Komisi Nsional Pengkajian Stok Ikan), namun hanya pengawasan berupa pendugaan stok.Tiap WPP tersebut sering terjadi Ilegal Unreported and Unregulated Fishing (IUU Fishing) dan kegiatan lainnya yang tidak terawasi.Minimnya pengawasan dan pengelolaan pada masing-masing WPP menjadikan banyak kegiatan yang tidak termonitoring oleh KKP.Adanya keinginan industriallisasi perikanan seharusnya mendorong pemerintah untuk meningkatkan pengawasan dan pengelolaan terhadap sumberdaya tersebut.Seringkali pemerintah menerapkan kebijakan nasional terkait perikanan tangkap, padahal jelas keadaan tiap WPP berbeda-beda.Seperti saat pemerintah menaikkan angka JTB (Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan), jika kebijakan penaikan angka ini di terapkan secara nasional akan makin membahayakan daerah atau WPP yang kondisi sumberdayanya makin sedikit.

Pengawasan dan pengelolaan tiap WPP dirasa sangat perlu, salah satunya dengan pembentukan unit kerja ataupun satuan tugas pada tiap WPP. Pebentukan unit kerja ini akan meningkatkan akurasi data yang akan diterima KKP. Pembentukan unit ini juga akan menyerap tenaga kerja sehingga membantu mengurangi pengangguran. Unit kerja ini diharapkan akan membuat kebijakan yang tepat terhadap tiap WPP di Indonesia. Unit kerja ini seperti otonomi daerah namun berada pada area perikanan laut.      

Jepang dengan luas wilayah yang  lebih kecil dari Indonesia mampu menjadi eksportir sektor perikanan jauh meninggalkan Indonesia. Berdsarkan data dari NOAA tahun 2013 tepatnya oleh  Fisheries Statistics and Economics DivisionJepang mampu mengekspor sektor perikanan dari berbagai komoditi sebesar 5.005.226kilo sedangkan Indonesia hanya 451.560 kilo. Angka ini terlampau jauh mengingat wilayah Indonesia yang jauh lebih besar. Maka jelas yang harus dibenahi adalah manajemen dari tiap WPP tersebut, kita harus maksimalkan potensi masing-masing WPP. Bisa kita bayangkan jika tiap WPP tersebut merupakan Jepang-Jepangnya Indonesia. Dengan mandirinya tiap WPP maka tiap WPP tersebut akan lebih fokus untuk mengembangan SDA dan SDM yang ada di WPP masing-masing demi kontribusi pada Negara Kesatuan republik Indonesia. Mandirinya tiap WPP ini tidak menjadikan terpisahnya tiap WPP namun haya secara riset dan pengembangan saja. Hal ini harus segera disadari oleh kementerian terkait dan kementerian yang berhubungan. Sangat disayangkan jika beribu lulusan sarjana perikanan yang notabene mendalami tentang perikanan Indonesia tidak mendapat wadah yang cukup untuk mengembangkan skill. Adanya unit kerja pada tiap WPP ini menunjukkan keseriusan pemerintah untuk mengelola sektor kelautan dan perikanan menjadi poros maritim dunia. Terbentuknya unit kerja ini akan sangat membantu pengawasan dan pengelolaan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Luasnya wilayah Indonesia diperlukan pembagian wilayah kerja. Pembentukan WPP tanpa ada unit kerja hanya akan membagi wilayah perairan Indonesia secara administratif.Pembentukan unit kerja pada tiap WPP akan sangat menunjang kepentingan KKP. Data yang didapat oleh unit kerja ini akan dilaporkan kepada kementerian sehingga diharapkan terbentuknya kebijakan yang sesuai dengan keadaan tiap WPP. Pembentukan unit kerja ini akan memudahkan dalam koordinasi di antara pengelola tiap WPP, sehingga diharapkan kedepannya akan terbentuk pengelolaan yang terintgrasi dan membantu rencana tata ruang nasional terutama terkait penataan wilayah perairan yang selama ini belum dilaksanakan. Hadirnya unit kerja di pulau kecil berpenguni juga akan memberdayakan masyarakat sekitar sehingga masyarakat tersebut menjadi lebih diperhatikan.

                                                   Avesina Rajiv

Untuk keluargaku “KECEBONK”
      edit

0 komentar:

Post a Comment