Nenek moyangku orang pelaut.....
Gemar mengarung luas samudera.....
Menerjang ombak tiada takut.....
Menempuh badai sudah biasa.....
Itulah sepenggal bait dari lagu
masa kecil anak Indonesia “Nenek Moyangku Orang Pelaut”. Memaknai lagu tersebut
sebenarnya kita tahu benar bahwa nenek moyang kita adalah pelaut ulung, tidak
hanya berlayar pada jarak di sekitar pantai namun bahkan samudera.Maka kita
harus sadari bahwa sektor laut dan perikanannya adalah identitas kita yang
telah lama hilang.
Perikanan
di Indonesia merupakan sektor yang di andalakan saat ini. Industrialisasi
perikanan digadang sebagai penyuplai devisa negara. Perikanan Indonesia secara
struktural ada di bawah pengelolaan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).Produksi
perikanan secara umum dibagi atas perikanan tangkap dan perikanan budidaya.Kedua
subsektor perikanan ini di pacu untuk meningkatkan produksi dan mengoptimalkan
potensi perikanan Indonesia.
Masalah
yang sering muncul adalah kelestarian sumberdaya pada perikanan tangkap.Tanpa
edukasi kepada nelayan bahwa sebenarnya sumberdaya perikanan mempunyai nilai
batas maksimal dalam eksploitasinya. Bahkan alat tangkap yang digunakan kadang
juga merusak habitat ikan itu sendiri yang tentunya akan berdampak pada
populasi ikan. Berdasarkan data KKP tahun 2013, yang disampaikan dalam siaran
pers WWF Indonesia 12 Juni 2014, di Jakarta, menyatakan bahwa dari tahun ke
tahun perikanan tangkap makin menurun.Wilaya Pengelolaan Perikanan (WPP) 571
yang mencakup Selat Malaka dan Laut Andaman menunjukkan penurunan produksi
perikanan tangkap di laut yaitu, dari 509.171 ton (2012) menjadi 457.489 ton
(2013). Smentara di WPP 572 samudera Hindia sebelah barat Sumatera dan Selat
Sunda juga telah terjadi penurunan produksi perikanan tangkap di laut, yaitu dari 576.632 ton (2012) menjadi
575.091 ton (2013). Data tersebut menunjukkan penurunan potensi di berbagai wilayah perairan
Indonesia
Penurunan
stok ikan di alam juga di tunjukkan dengan makin jauhnya daerah penangkapan
ikan yang harus dicapai nelayan.Nelayan harus mengeluarkan biaya lebih untuk
menuju daerah penangkapan, sehingga keuntungan yang didapatkan makin kecil.Siaran
pers WWF Indonesia 12 Juni 2014, di Jakartamenyatakan bahwa angka Catch Per Unit Effort (CPUE) terus
mengalami pernurunan pada rentang 2004-2011. Analisa tersebut menggambarkan
realitas di lapangan, dimana nelayan harus menempuh jarak yang lebih jauh dan
mengeluarkan usaha yang lebih besar untuk mendapatkan hasil tangkapan.
Turunya
produksi dan makin jauhnya daerah penangkapan ikan, menjadi indikasi bahwa
kelestarian sumberdaya terancam.Namun saat ini belum ada solusi yang jelas yang
disampaikan kepada publik terkait masalah yang di hadapi sektor perikanan
Indonesia ini.Industrialisasi perikanan dan keinginan menjadi poros maritim
dunia seharusnya diimbangi dengan ketatnya pengawasan terhadap sumberdaya ikan
yang merupakan inti dari sektor perikanan tangkap ini.
Indonesia
memang dianugerahi perairan yang sangat luas.Wilayah perairan Indonesia sudah dibagi
menjadi beberapa WPP, yang dalam pengawasan dan pengelolaannya masih di pantau
oleh pusat.Pengawasan terkait stok sumberdaya ikan selama ini dilakukan oleh Komnaskajiskan
(Komisi Nsional Pengkajian Stok Ikan), namun hanya pengawasan berupa pendugaan
stok.Tiap WPP tersebut sering terjadi Ilegal
Unreported and Unregulated Fishing (IUU Fishing) dan kegiatan lainnya yang
tidak terawasi.Minimnya pengawasan dan pengelolaan pada masing-masing WPP
menjadikan banyak kegiatan yang tidak termonitoring oleh KKP.Adanya keinginan industriallisasi
perikanan seharusnya mendorong pemerintah untuk meningkatkan pengawasan dan
pengelolaan terhadap sumberdaya tersebut.Seringkali pemerintah menerapkan
kebijakan nasional terkait perikanan tangkap, padahal jelas keadaan tiap WPP
berbeda-beda.Seperti saat pemerintah menaikkan angka JTB (Jumlah Tangkapan yang
Diperbolehkan), jika kebijakan penaikan angka ini di terapkan secara nasional
akan makin membahayakan daerah atau WPP yang kondisi sumberdayanya makin
sedikit.
Pengawasan
dan pengelolaan tiap WPP dirasa sangat perlu, salah satunya dengan pembentukan
unit kerja ataupun satuan tugas pada tiap WPP. Pebentukan unit kerja ini akan
meningkatkan akurasi data yang akan diterima KKP. Pembentukan unit ini juga
akan menyerap tenaga kerja sehingga membantu mengurangi pengangguran. Unit
kerja ini diharapkan akan membuat kebijakan yang tepat terhadap tiap WPP di
Indonesia. Unit kerja ini seperti otonomi
daerah namun berada pada area perikanan laut.
Luasnya
wilayah Indonesia diperlukan pembagian wilayah kerja. Pembentukan WPP tanpa ada
unit kerja hanya akan membagi wilayah perairan Indonesia secara administratif.Pembentukan
unit kerja pada tiap WPP akan sangat menunjang kepentingan KKP. Data yang
didapat oleh unit kerja ini akan dilaporkan kepada kementerian sehingga
diharapkan terbentuknya kebijakan yang sesuai dengan keadaan tiap WPP.
Pembentukan unit kerja ini akan memudahkan dalam koordinasi di antara pengelola
tiap WPP, sehingga diharapkan kedepannya akan terbentuk pengelolaan yang
terintgrasi dan membantu rencana tata ruang nasional terutama terkait penataan
wilayah perairan yang selama ini belum dilaksanakan. Hadirnya unit kerja di
pulau kecil berpenguni juga akan memberdayakan masyarakat sekitar sehingga masyarakat
tersebut menjadi lebih diperhatikan.
Avesina
Rajiv
Untuk keluargaku “KECEBONK”
0 komentar:
Post a Comment